Minggu, 14 Desember 2014

Berpikir Sejenak



Pernah terpikir kenapa dilahirkan di bumi kenapa tidak di planet lain yang mungkin nanti wujud kita bukan manusia melainkan alien yang ada di imajinasi atau yang biasa kita lihat di imajinasi orang lain yang dituangkan melalui film. Semua tampak sama, manusia. Manusia terlahir dari seorang wanita tangguh, sabar, kuat dan pemberani. Mereka terlihat sama saja saat lahir. Seorang bayi. Bayi yang tidak akan pernah tau nantinya akan menjadi seorang yang memberi pengaruh atau memberi keruh.
Setiap orang terlahir di tempat berbeda, jikalau memang sama, mereka terpisah antar ruang atau inkubator. Bentuk tubuh saat lahir pun berbeda, ada yang sempurna dan tidak tapi mereka tetap sama, bayi.
Mengapa di dalam hidup selalu muncul perbedaan dan lawan. Bahkan yang terlahir sebagai kembar siam identik pun memiliki perbedaan walaupun tampak sama. Sebegitu sempurnakah Sang Pencipta? Sedetail itukah? Hingga manusia paling teliti pun akan menemui kesalahannya. Apakah manusia diciptakan untuk membuat sebuah perbedaan? Ataukah manusia diciptakan untuk membuat sebuah akhir?
Mungkin ini adalah pemikiran terakhir yang membuat saya semakin yakin dengan adanya Tuhan. Jika memang hidup ini ada akhirnya dan ada surga dan neraka lalu apa yang kita lakukan selama kita disana? Keabadian yang mungkin banyak orang dambakan dengan paras rupawan dan tubuh ideal lalu kita tidak akan pernah mati. Banyak manusia yang berharap keabadian itu. Lalu, di keabadian nanti kita akan hidup damai yang didambakan seluruh manusia di bumi.
Tapi, bukankah manusia itu tidak pernah merasa puas dengan segala hal? Apakah dengan ketidakpuasan itu manusia bisa menjadi damai? bukankah manusia selalu suka dengan tantangan baru? Hal – hal baru? Keluar yang dinamakan zona nyaman dan selalu berusaha untuk menjadi lebih baik dan lebih baik lagi. Bukankah manusia seperti itu? Makhluk yang tidak pernah puas. Mungkinkah di keabadian nanti akan ada persaingan dan kerusuhan karena kebosanan yang mereka alami di zona nyaman mereka?

Saya bersyukur saya selalu ingat Tuhan saya dan saya bersyukur saya dapat berpikir dengan bebas. Lalu bisa kembali lagi ke awal kemana saya harus berpijak dan melangkah di jalan yang sudah jelas kemana saya harus melangkah.

Selasa, 28 Oktober 2014

Musim Hujan Kembali

Kau datang kembali
Sayangnya kau telat
Seharusnya bulan lalu kau tiba
Tapi kau malah tiba di bulan ini
Aku sudah menantimu
Cerita apa yang akan kau berikan hujan

Bercerita tentang banjir
Atau penyakit
Cerita tentang gadis payung
Atau gadis teduh

Aku lebih memilih gadis teduh

Dia gadis teduh
Setiap musim hujan ia berteduh di bawah pohon beringin yang rindang
Setiap jam 5 senja di waktu hujan
Sendiri
Menanti transportasi yang mau dinaiki

Banyak orang lalu lalang berpayung
Tapi tidak ada yang menghiraukan si gadis teduh
Ia tetap berteduh
Menanti transportasi yang mau dinaiki

Setiap jam 5 senja ia selalu disana
Menanti musim berganti
Yang pada akhirnya hujan tidak mampu bercerita lagi

Rabu, 08 Oktober 2014

Manusia Bertanduk

Ada manusia bertanduk
Seruduk sana seruduk sini
Menghantam yang mengganggu
Siapapun
Matanya dibutakan oleh tanduk
Tunduk tanduk

Manusia bertanduk hanya bisa menggangguk
Angguk sana angguk sini
Seperti guk guk

Ada yang tanduk asli juga ada yang diberi
Tanduk bongkar pasang
Tidak ada yang tahu
Yang penting mempunyai tanduk
Ada yang mengganggu, seruduk!

Merunduk lalu menanduk
Yang bertanduk berkuasa
Tidak punya tanduk harus tunduk
Tidak tunduk, seruduk!

Ingin punya tanduk?
Tunduk!

Rabu, 01 Oktober 2014

Bulan Kemarin

Bulan Kemarin
Aku bersama angin malam
Terbang ke awan
Menyapa langit biru yang menghitam
Mematikan bintang yang akan redup
Lalu melayang layang di angkasa raya

Seluas inikah dunia?
Menjelajahinya saja aku takkan sanggup
Dimana ujungnya? aku belum pernah tahu

Segelap itukah dunia?
Butuh senter raksasa untuk menyinarinya

Benda - benda langit terhampar
Bagai puing - puing bangunan
Berserakan dimana - mana

Sebesar itukah dunia?
Siapa yang mencipta?

Kalau memang dunia seluas hamparan laut tidak berujung
Untuk apa hanya kita yang berada disini
Adakah yang lain?

Adakah yang mengisi kelapangan ini?
Sangat luas tapi sepi
Bisikan angin pun dapat terdengar

Kamu tidak sendiri
Silahkan, Dia ada untukmu
Selamanya

Minggu, 21 September 2014

Immortal

Sudahlah, jangan diam saja
Bangun!
Dia sudah pergi dan tidak akan kembali

Hujan turun ditemani cahaya matahari
Cuaca mendung yang terang
Banyak yang bilang ini hujan orang mati
Bagiku ini hujan kehidupan

Jasadnya terpecah menjadi bulir - bulir air
Mengalir ke laut lepas
Menguap oleh cahaya matahari
Menerbangkannya ke atas awan
Lalu menjadikannya hujan
Membangunkan yang tertidur

Bunga - bunga terlihat segar
Mereka habis mandi
Kadang airnya masih tersisa di tangkai bunga yang kecil
Lalu menyerap ke seluruh tangkai
Bunga itu hidup

Aku terbangun
Biarkan saja pergi
Dia sudah kembali

Kamis, 11 September 2014

Tak Kunjung Jumpa

Pernah merasa sendiri di keramaian
Memikirkan sesuatu yang tak berujung
Kapan aku bisa jumpa?

Senin, 01 September 2014

Di Bis Itu

Di Bis itu
Ibu-Ibu membawa karung
Di dalamnya berisi harapan

Di Bis itu
Bapak-bapak membawa ransel
Dia sedang memikul harapan

Di Bis itu
Pengamen memetikkan senar gitarnya
Lagu tentang harapan

Di Bis itu
Sang Supir membawa harapan

Di dalam hati
Aku selalu berharap
Harapan akan selalu ada

Seperti Sang Surya
Yang selalu ditunggu kedatangannya
Membawa secercah kehidupan
Dan menyinari setiap harapan yang terbumbung di atas awan
Berharap ia akan ditiup angin
Menuju ke Sang Surya


Sabtu, 16 Agustus 2014

Rumah

Mereka pernah berkunjung ke rumah ku
Kata mereka rumah ini tidak layak
Tembok triplek, jamban sungai
Mereka bilang kami gelandangan
Kami tidak boleh punya rumah disini
Kami disuruh pulang

Aku diajak berkunjung ke rumah mereka
Kata aku rumah ini terlalu layak
Punya taman luas, parkiran lebar, Kamar mandi 5

Aku bilang mereka politikus
Mereka boleh punya rumah dimana saja
Rumah mereka ada dimana – mana

Aku pulang
Di berita rumahku dirusak
Diganti rumah mereka yang lebih layak

Jumat, 18 Juli 2014

Seluas Memandang

Laut itu luas yaa
Seluas aku memandang
Hanya hamparan biru yang terbentang
Yang melapangkan

Laut itu luas yaa
Seperti harapan yang tidak terbatas
Berharap pada laut
Agar airnya mengering
Supaya kita bisa membuat lahan baru

Laut itu luas yaa
Seperti akal
Yang mencoba berpikir untuk tidak berpikir
Mencoba melupakan yang pernah terkenang

Laut itu luas yaa
Seperti kehidupan
Yang pada akhirnya kita tidak akan pernah tahu

Selasa, 08 Juli 2014

Hey, Pak!

Hey, pak!
Mengapa kau masih bekerja?
Kulitmu sudah keriput
Wajahmu sudah layu
Suaramu juga tidak lagi lantang

Hey, pak!
Apa yang kau lakukan?
Tenagamu sudah loyo
Mengangkat piring saja harus dibantu
Apalagi harus mengangkat pacul
Encokmu pasti langsung kambuh

Hey, pak!
Mengapa kau tidak pulang saja?
Bersama cucu bermain air
Berkebun atau sekedar bersantai
Menikmati cericit burung di pagi hari
Menghirup udara segar dari pohon yang berhembus

Hey, pak!
Hey.. pak!
Pak! Pak! Paaak!
Bangun paaak!
Mengapa kau tertidur?
Kau harusnya pergi sekarang
Jika kau tidak pergi, besok kau akan mati

Sabtu, 07 Juni 2014

Melangkahlah




Mereka yang tidak tahu kemana harus melangkah
Seperti orang buta tanpa tongkat dan kaca mata hitam
Merangkak dan meraba apa yang mereka pijak
Maju perlahan bahkan berhenti di tempat karena takut melangkah

Takut dengan sesuatu yang ada di depan
Mereka lebih memilih diam
Lebih baik aman disini

Sudah jelas mereka buta, masih berpikir rasa aman
Tidak ada tempat yang aman bagi siapa saja

Melangkahlah
dengan begitu kau akan tahu
Ketidakamananmu membuatmu aman
Melangkahlah
Walaupun di depan ada genangan air
Pijaki sampai terasa air membasahi pori – pori
Melangkahlah
Berjalan kesana tidak akan seburuk itu

Jumat, 23 Mei 2014

Konsumer-is-me



Pundi – pundi rupiah dihasilkan
Berasal dari keringat para buruh
Berasal dari suara para guru
Berasal dari usaha pengusaha
Berasal dari bekas luka pekerja luar negeri

Gedung – gedung penghalang langit
Menjulang tinggi menembus awan
Simbol kekuasaan dan kemegahan
Dibawah kemiskinan dan kekurangan
Gubuk –gubuk reyot beralaskan tanah merah
Jamban beratap triplek mengendap di tanah seusai ngeden

Belanja sana sini mencari harga diri
Kantong – kantong plastik berteriak meminta untuk diisi
Rumah makan terang benderang lebih terang daripada tempat baca
Mengisi perut lebih penting daripada mengisi kepala
Makanan harga diri
Lebih baik mati kekenyangan dengan kepala kosong

Jalan sana sini mencari makan
Tungku sudah siap
Tapi yang dimasak tidak ada
Mencari makan sampai mati
Tidak ada yang peduli

Pundi – pundi rupiah dihamburkan
Pencari makan mati kelaparan
Pelahap segala mati kekenyangan
Mereka sama – sama mati mengenaskan
Tubuh kurus kering belulang
Tubuh isi lemak bergelambir

Mereka dimatikan oleh sistem!

Selasa, 13 Mei 2014

Anak Jalanan

Rembulan bersinar dengan terang
Ditemani bintang-bintang yang berjatuhan
Riuh suara manusia berkendara
Melintas seenaknya

Asap knalpot melayang di udara
Menerpa kulit tanpa rasa
Kusam,kumel dan kucel
Tidak enak dipandang

Beralaskan karung beras
Mereka merebahkan diri
Ada canda yang terpancar
Tapi perih yang terasa

Orang-orang lalu lalang
Mata melihat memandang
Adakah yang menerawang
 Kapan mereka pulang

Mereka berlindung dibawah rembulan
Berharap malam tak akan hujan
Rembulan menjadi saksi
Keadilan di negeri belum ditepati

Senin, 28 April 2014

Selamat Malam

Berjalan menyusuri jembatan
Dihembus angin malam
Menerbangkan daun kering yang tergantung di dahan
Melayang dan jatuh di atas air yang tenang

Malam - malam yang kelam
Malam - malam yang malang
Pengemis trotoar mencari makan
Pengemis jembatan mencari uang

Menyusuri trotoar yang berlubang
Udara semakin dingin
Mereka menghias diri
Berharap makanan untuk esok hari

Malam - malam yang sial
Malam - malam yang lancang
Esok hari hanya cukup untuk makan
Esok hari hanya ada wajah lebam

Senin, 14 April 2014

Asap dari Dapur Alam

Bakar sampai habis
Angkut sampai tak bersisa
Sisakan tanah yang berserakan
Bersama cacing yang menggeliat

Asap yang mengepul
Tidak sedang berada di dapur
Asap yang menyesakkan
Tidak sedang membakar sate ayam

Boleh kau mengambilku
Tapi tolong beri aku ruang untuk tumbuh
Boleh kau membakarku
Tapi tolong asapnya kau hirup sampai habis

Suara deru menderu
Menyapu setiap sudut yang kaku
Aku menangis
Takut yang lain marah dengan bengis

Aku tidak pernah bohong dan mendusta
Biarkan kau nanti yang merasa

Senin, 07 April 2014

Menatapmu

Ada pelangi di matamu
Dalam wajah yang sayu
Memendam dalam kalbu
Di depan bunga yang layu

Ada apa disitu
Aku tidak mau tahu
Mereka terlihat membatu
Dalam tatapan yang kaku

Aku malu
Duduk diam terpaku
Wajahku lesu
Tangan mulai membiru
Kaki tak mau lagi maju
Jantung pun ikut memacu

Hujan deras membasahi baju
Aku tak mampu berlalu

Senin, 31 Maret 2014

Merah Darah

Suara bergemuruh dari pagi hingga malam
Pagi yang tenang dan malam yang sunyi 
Berganti menjadi percikan api

Udara menjadi sesak
Air keruh merah
Tanah cokelat hitam kemerahan

Sungai jernih kemerahan
Pohon hijau tinggal batang
Teriakan kebencian dan ketakutan
Tangis haru dan dendam

Pagi tak lagi buta
Malam tak lagi sepi
Suara peluru yang jatuh
Suara cipratan merah
Suara raga yang terjatuh

Tidak hanya laut saja yang merah
Daratan pun bisa merah
Biarkan hujan turun deras
Membawa merah ke sungai lalu ke laut

Senin, 24 Maret 2014

Mereka sedang Bermimpi



Mereka lebih memilih diam dan bungkam
Daripada mati ditembus peluru
Kematian dan tekanan membuat ketakutan
Hanya bisa terdiam meratapi keadaan
Mati pelan – pelan ditelan kegelisahan
Cacat dikarenakan kepalsuan dan kemunafikan
Topeng – topeng melekat seperti wajah asli
Aku hanya diam tak bersuara sambil mengganti topeng lain

Mereka bersuara dan berteriak
Bersama toa dan ratusan massa
Meneriaki kegelisahan di era kemerosotan
Aku hanya diam tak bersuara
Biarkan mereka berteriak sampai pita suara hilang
Bukankah itu lebih baik?
Mencopot kedua kuping ketika mereka berteriak

Mereka berteriak gembira
Puja puji bertebaran dimana mana
Semarak kegembiraan
Aku hanya diam tak bersuara
Mereka sedang bermimpi