Jumat, 07 Juni 2013

Keharmonisan

Tergabungnya suatu alunan suara dari gitar, bass, drum, pianika, cello yang membawa kita kembali ke jaman 60 - 70 an. Tanpa tersadar mata ini terepejam mendengarkan lagu yang begitu indah dan sangat jadoel sekali. Keharmonisan antara suara musik ditambah merdunya suara sang penyanyi membuat tubuh ini mengalun dan ingin seperti dedaunan yang jatuh dari pohon tinggi, bergoyang ke kanan ke kiri, ke atas lalu ke bawah dan pelan - pelan jatuh ke bawah. Aku telah terbuai.

Bukankah alat - alat tersebut punya fungsi yang berbeda dan suara yang berbeda pula? Tapi kenapa bisa seperti itu? Aku tidak mengerti apa yang mereka lakukan dengan alat - alat itu. Mungkinkah gitar, bass, drum, pianika dan cello berkenalan dulu satu sama lain. Aku yakin mereka butuh waktu yang cukup lama untuk kenal satu sama lain karena mereka jelas berbeda. Mungkin juga mereka sempat bertengkar karena merasa tidak cocok atau tidak sama bentuknya karena salah satu diantara mereka merasa paling hebat dan ingin dihormati. Sepertinya ada juga yang merasa dia paling mahal dan paling antik. Ada juga yang merasa minder karena dia hanya digunakan sebentar. Biasanya hanya anak - anak SD saja yang menggunakannya tapi dia digunakan lagi oleh orang yang lebih dewasa. Dia minder.

Entah apa yang menyatukan mereka. Mereka bisa bersatu walaupun berbeda. Mereka bisa harmonis bahkan bisa saling mengisi satu sama lain. Mengisi kekosongan suara yang terdengar kurang indah menjadi lebih indah. Pasti ada dalang dibalik semua ini. Kalau saja diantara mereka ada yang egois pasti mereka tidak akan bisa seperti itu. Mengalunkan lagu dengan indah dan saling menyemangati satu sama lain. Mendeskripsikan sebuah keharmonisan, kata - kata ini sampai tidak bisa tertuang. Magnificent.

Untuk menikmatinya saja, mata dan telinga saja tidak cukup tapi juga dengan hati. Bukan liver tapi hati. Bisa juga disebut dengan qalbu. Dengan hati keharmonisan menjadi lebih indah. Bukan untuk didengar saja tapi juga dirasa. Bisa merasakan satu sama lain itu hebat. Mungkin mereka sudah sampai tahap itu.

Aku iri dengan mereka. Mereka yang berbeda tapi bisa harmonis bersatu mengalun sebuah lagu dengan merdu dan bisa membuat sendu dikala hati rindu ataupun ketika ingin mengadu dikala awan tidak lagi mampu menampung air yang menjadikannya hujan. Aku selalu berharap kami bisa seperti mereka. Kami tidak berbeda tapi kami sama, hanya bentuk dan bagaimana kami saja yang membuat kita berbeda. Pada hakikatnya kami itu sama. Suatu saat kami pun bisa harmonis seperti mereka. Dengan menghilangkan perbedaan kita pasti bisa sama.

Minggu, 02 Juni 2013

Gravitasi Kasur

Entah badan ini yang malas bergerak atau memang kasur mempunyai gravitasi tersendiri. Daya tariknya terasa lebih besar daripada bumi. Padahal kasur ini berada di bumi tapi entah kenapa kasur ini terasa menarik badan ini. Rasanya lebih enak berada diatas kasur dibanding diatas tanah ataupun lantai. Badan ini terasa dimanjakan oleh lembutnya seprai yang terbuat dari bahan yang full katun ditambah bantal empuk dan guling panjang yang tidak pernah mengeluh ataupun merasa sesak ketika dipeluk dengan erat. Mata ini selalu terpejam selama 12 jam dalam sehari dan saya yakin tidak ada orang dewasa yang bisa merasakan tidur selama itu. Walau perlahan badan ini terkadang kaku saya suka melakukan pemanasan di kasur sambil duduk sila.

Dikasur ini saya bisa melihat dunia tanpa harus melihat keluar. Dengan layar 16 inci saya bisa tahu permasalahan negara ini bahkan dunia. Permasalahan orang - orang bisa terlihat tanpa harus menanyakannya. Orang - orang seperti itu kebanyakan karena kurang kasih sayang atau memang butuh perhatian untuk diberi kasih sayang. Atau memang sengaja membuat masalah agar bisa menjadi orang yang dikenal bermasalah. Cukup dengan 10 jari, 2 mata dan 1 otak yang utuh untuk melihat dunia tanpa harus keluar dengan 2 kaki. Saya pun sudah tidak bisa merasakan kaki ini walaupun masih terlihat utuh.

Gravitasi kasur ini sangat kuat. Sampai kini dia tidak pernah bisa membuat saya untuk menginjaki gravitasi bumi. Sempat saya merasa penasaran untuk mengecek apakah ada lem di kasur ini. Sayangnya lem berbentuk cairan padat, jika memang ada lem saya pasti bisa merasakannya. Badan ini terasa kaku. Untuk sementara saya pindah kasur dari seprai biru garis - garis dengan gradasi warna yang sangat indah dan saling mengisi satu sama lain. Berada diatas kasur ini saya selalu bisa berimajinasi. Berada di langit dengan awan - awan putih bersih atau berada di laut atau samudera yang paling dalam dan juga di pesisir pantai yang dangkal dengan pasir putih yang lembut.

Kini saya meninggalkan kasur lama dan berpindah dengan kasur baru berwarna putih bersih tanpa noda sedikit pun. Entahlah. Kasur ini ternyata lebih lembut dan punya bantal yang lebih empuk walaupun tidak ada guling yang bisa dipeluk. Sepertinya saya mulai menyukai kasur ini karena saya tidak perlu menggunakan 10 jari, 2 mata dan 1 otak utuh untuk melihat masalah orang - orang diluar sana. Ah, indahnya dunia.