Minggu, 07 April 2013

Ikatan Mati

IKATAN MATI

“GOAAAAAAALLLLLL”
Ya, kedudukan sementara berubah menjadi 3-2 untuk keunggulan Elang FC atas Tikus FC. Andrian melakukan gol yang sangat baik sekali. Melakukan umpan satu dua dengan Rian lalu melewati lawan dengan tendangan tipuannya lalu dia melesakkan tendangan yang sangat keras dan terarah kearah pojok kiri atas gawang kiper Tikus FC. Waktu tinggal 1 menit lagi dan pertandingan masih terus berjalan. Terlihat tim Elang FC berusaha bertahan dengan sepenuh tenaga untuk mempertahankan keunggulan mereka dan tim Tikus FC sedang berusaha untuk meruntuhkan pertahanan Elang FC yang sangat disiplin sekali menjaga pertahanan mereka.
“Priiiiiit, priiiiit, priiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiittt!!!!”
Wasit telah meniupkan peluit panjangnya dan itu menandakan pertandingan telah selesai. Tim Elang dan tim Tikus masih terlihat kaget mendengar peluit dari wasit tersebut karena kedua tim terlalu fokus pada pertandingan dan tiba – tiba saja terdengar teriakan keras.
“YIIIIIIIHAAAAAAAAAAAAA”
Itu adalah teriakan kemenangan yang diteriakan oleh Andrian. Matanya yang menyala dengan satu tangan dikepalkan diatas kepala dia merayakan kemenangannya tersebut. Tampak bahagia sekali wajah yang dipancarkan olehnya atas kemenangannya tersebut. Ini merupakan hal yang dia tunggu sangat lama untuk memenangkan kompetisi futsal ini dan akhirnya di tahun terakhirnya dia bisa membawa timnya menuju babak final kejuaraan futsal antar mahasiswa. Mimpinya akhirnya terwujud dengan usahanya bersama dengan tim yang sangat keras karena mereka selalu latihan dengan semangat untuk mencapai target ini dan besok adalah pertandingan final.
Tiba – tiba Andrian keluar lapangan meninggalkan teman – temannya yang masih merayakan kemenangan karena bisa maju ke babak terakhir yaitu babak final. Ternyata dia menghampiri seorang wanita yang menonton dari pinggir lapangan. Rambutnya yang berwarna hitam dan panjangnya sebahu, matanya yang sedikit kecokelatan dan terlihat pendiam. Ditangannya dia memegang sebuah handuk kecil, lalu ketika Andrian datang dia menyunggingkan senyumnya kepada Andrian. Wanita itu terlihat manis sekali ketika senyumnya merekah.
“Hey  Lana, akhirnya aku masuk final”
Andrian menghampiri Lana dengan tubuh berkeringatnya dan dengan nafas terengah – engah.
Tanpa banyak berbicara Lana yang sejak tadi menonton dari pinggir lapangan hanya bisa menyaksikan Andrian bermain dengan seriusnya. Jika Andrian sudah memasuki lapangan dia akan focus dalam pertandingan tersebut. Handuk kecil yang berada ditangan Lana, dia mencoba untuk mengelap keringat yang bercucuran di wajah Andrian dengan derasnya.
Sambil mengelapi keringat Andrian “Iya An, kamu bermain sangat bagus hari ini, aku sangat terkesan dengan gol teakhirmu, besok kamu harus bisa memenangkan pertandingan final itu ya!”
Dengan nada yang lembut Lana menyemangati Andrian. Mereka terlihat seperti sudah ditakdirkan untuk bersama. Terlihat dari sorot kedua mata mereka yang terpancar aura dan tanpa perlu banyak kata yang terucap, mereka seperti sedang bertelepati jarak dekat menggunakan mata mereka. Mungkin, pasangan yang ada disana akan iri melihat mereka.
“Lan, kita harus merayakannya, mungkin nanti kita akan makan malam bersama?”
“Harus ya seperti itu? Apakah sebaiknya kamu istirahat dan simpan tenaga mu untuk pertandingan final besok?”
“Tenang saja, aku masih mempunyai sisa tenaga untuk makan malam bersamamu dan mungkin makan malam bersamamu akan menjadi tenaga tambahan untukku.”
“Ya kalau memang kamu tidak capek, baiklah kalau begitu.”
Lana menambahkan senyuman manisnya kepada Andrian. Andrian pun membalasnya walaupun senyumnya tidak bisa semanis Lana tapi mereka terlihat bahagia. Andrian meninggalkan Lana dan kembali merayakan kemenangan bersama timnya.
***
Malam yang sendu diterangi cahaya bulan yang tidak seterang cahaya matahari. Bulan dan bintang terlihat berjauhan. Malam ini mereka sedang bermusuhan. Bintang terlalu perfeksionis karena ia tidak terima cahayanya masih kurang terang dibanding dengan cahaya bulan. Padahal bintang itu sangat banyak sedangkan bulan hanya satu. Suatu hari bintang berharap bisa bersatu dengan bintang – bintang lainnya untuk membuat cahaya yang lebih terang dibanding bulan dan menjadi bintang yang sangat besar. Berbeda dengan pasangan yang berada di bawah atap sebuah tempat makan yang tidak terlalu mewah tapi cukup romantis bagi sepasang kekasih yang sedang merayakan sesuatu.
Dibawah gelapnya malam dan disinari cahaya bulan dan bintang mereka terlihat bahagia sekali. Membuat bulan dan bintang menjadi iri melihat mereka. Mereka berbaikan kembali dan menjadi dekat. Bintang mengalah dan dia mencoba berbicara kepada bulan bahwa tidak perlu untuk bersatu dengan bintang lainnya untuk menerangi bumi ini tapi bersama bulan dengan berdampingan saja bumi akan terlihat terang dan bumi akan iri melihat mereka berdua selalu bersama walaupun nantinya bintang tidak bisa hidup selamanya dan suatu saat bintang pasti akan redup. Biarkan setiap malam bulan berganti – ganti dengan bintang lainnya untuk terus bersama – sama menerangi bumi ini.
Canda dan tawa terlihat dari wajah Andrian dan Lana. Mereka berbincang sangat banyak. Lana yang pendiam ternyata bisa terlihat riang dan bisa tertawa dengan lepas ketika bersama Andrian. Hari ini Andrian merubah Lana menjadi wanita yang lebih riang dengan tawanya yang lepas. Entah apa yang Andrian perbuat terhadap Lana sehingga dia bisa bebas dan lepas ketika bersama Andrian. Lana terlihat nyaman bersama Andrian begitu juga Andrian terhadap Lana. Dunia akan bersedih jika kedua pasangan ini dipisahkan. Bulan dan bintang saja bisa iri.
Mereka selesai makan malam. Andrian merasa bertanggung jawab untuk memulangkan Lana kembali ke kosan. Ya mereka berdua adalah mahasiswa perantau tingkat akhir dan itulah mengapa Andrian ingin merayakannya karena menjuarai kompetisi futsal antar mahasiswa inilah target yang ingin dia capai ketika memasuki klub futsal pada tingkat pertama. Mungkin tahun depan Andrian sudah tidak bisa mengikuti kejuaraan ini lagi dan mungkin saja dia sudah lulus menjadi seorang sarjana.
“An, terima kasih yaa sudah mengantarkanku pulang dan sudah makan malam bersama.”
Lana menyunggingkan senyumnya yang manis kepada Andrian.
“Iya Lan sama – sama, malahan aku yang harus berterima kasih kepadamu karena sudah mau menjadi tenaga tambahanku.”
“Setelah ini kamu langsung pulang yaa karena besok adalah hari yang kamu tunggu – tunggu dan kalau bisa sebelum tidur kamu minum susu dulu supaya tidurnya bisa nyenyak dan jangan begadang. Terus, jangan lupa besok sebelum pertandingan sarapan ringan. Kamu kan kebiasaan jarang sarapan. Pokoknya besok kamu harus fit dan sehat untuk pertandingan besok!”
Andrian mengerenyitkan dahinya.
“Iya Lana baweeeel, kamu udah kayak sales aja ngomongnya panjang banget ga pake titik koma. Aku langsung pulang kok.”
“Yaudah kamu hati – hati dijalan yaa, dadaaaaaaah An!”
“Iyaaa, daadaaah Lan.”
Sambil melambaikan tangannya Andrian pergi pulang meninggalkan Lana. Andrian kembali ke kontrakannya yang cukup jauh dari kosan Lana. Di kontrakan dia tinggal bersama teman – teman tim futsalnya. Dia sangat beruntung sekali bisa mendapatkan kontrakan untuk teman – teman futsalnya. Itu membuat mereka menjadi lebih kompak walaupun tempatnya agak jauh dari daerah kampus.
Andrian menancapkan gasnya dengan sangat kencang menuju kontrakan.
***
Suara sorak sorai ramai terdengar dari kejauhan. Pertandingan final antara Elang FC melawan Semut FC akan segera dimulai. Suara komentator membuat suasana menjadi ramai dan riuh. Penonton pada pertandingan final ini lebih ramai dibanding pertandingan semi final sebelumnya. Pertandingan ini juga mempertemukan kedua tim yang sebelumnya 1 grup dan kini di final kedua tim ini dipertemukan kembali. Sebelumnya tim Elang FC dikalahkan oleh tim Semut FC dengan skor 1-0.
“Apakah Elang FC bisa membalaskan dendam mereka terhadap Semut FC ataukah Elang FC akan dikalahkan kembali oleh Semut FC?” suara komentator dengan semangat memberikan tantangan kedua tim untuk bermain maksimal dan memperlihatkan permainan yang lebih baik, karena ini adalah pertandingan Final.
Lana seperti biasa berdiri dan menonton di pinggir lapangan futsal. Dia tidak pernah mendekati tim karena takut mengganggu konsentrasi mereka. Lana seperti orang kebingungan. Kepalanya celingukan seperti sedang mencari seseorang. Wajahnya terlihat gelisah karena dia tidak melihat Andrian sama sekali di Elang FC. Wajah Lana terlihat panik. Dia mencoba menghubungi nomor handphone milik Andrian.
“Tuuuuuut, tuuuuut, tuuuuut, tuuuuuut, tuuuuuuut, halooo?”
Terdengar suara laki – laki dengan nada yang berat.
“Ha-ha-halooo, Andrian?” Suara Lana menjadi sedikit terbata – bata.
“Mohon maaf Lana ini bukan Andrian, saya Bowo seorang warga yang kebetulan ada di lokasi kejadian, dik Andri sedang ada di ruang gawat darurat dan sampai sekarang belum keluar dari kemarin malam dan sepertinya belum menyadarkan diri. “
Wajah Lana mulai berkaca – kaca dan mulai panik. “Kalau begitu saya akan langsung menuju ke rumah sakit pak, tolong tunggu saya. Saya pacarnya Andrian!”
Lana sudah tidak memperdulikan pertandingan final tersebut, dia langsung bergegas menuju ke Rumah Sakit untuk melihat keadaan Andrian. Selama perjalanan dia hanya bisa berdoa dan terlihat sekali dari matanya yang berair dan menunjukkan keraguan. Penyesalan selalu datang diakhir. Seandainya saja dia tolak ajakan Andrian untuk pergi makan malam bersama mungkin tidak akan seperti ini. Seandainya saja.
Lana bertemu dengan Pak Bowo. Pak Bowo mencoba menceritakan kronologi bagaimana kejadian ini bisa terjadi. Saya melihat truk motor yang berjalan dengan sangat kencang sekali lalu karena didepannya ada truk dia mencoba menyalipnya. Sayangnya motor tersebut menyalip lewat kiri jalan dan di kiri jalan itu sudah sempit sekali sehingga tidak memungkinkan untuk menyalip. Motor itu terserempet oleh badan truk lalu pengendara motor itu terjatuh ke kiri dengan motornya. Kaki kirinya terjepit ketika jatuh dan saya mencoba untuk mengangkat motornya agar kakinya bisa bergerak. Sayangnya, yang saya lihat ternyata keluar sesuatu berwarna putih dari betisnya. Saya ngeri melihatnya, mungkin itu tulangnya yang patah. Pengendara ini tidak sadar dan langsung saja saya dengan warga setempat yang melihat kejadian tersebut membawanya ke Rumah Sakit terdekat.
Wajah Lana terlihat ketakutan dan ngeri mendengar cerita bapak tersebut. Ditambah perasaan haru atas keadaan Andrian sekarang. Perasaan Lana campur aduk. Dia tidak tahu harus berbuat apa dan untungnya Pak Bowo telah menghubungi orang tua Andrian dan orang tua Andrian sedang melakukan perjalanan menuju ke Rumah Sakit. Lana hanya bisa berdoa dan berharap bahwa Andrian baik – baik saja.
Lama menunggu akhirnya Lana bisa menemui Andrian yang sudah sadar dan sudah berada di ruangan.
“Lan, pertandingan finalnya bagaimana? Siapa yang menang?” dengan nada suara yang masih berat Andrian mencoba menanyakan pertandingan kepada Lana
Lana hanya bisa menangis dan mencoba menyunggingkan senyumnya yang manis tapi sedikit dipaksakan, tidak seperti senyum biasanya. Dia tidak menjawab pertanyaan Andrian. Dia hanya bisa memegang tangan Andrian dan berharap dia baik – baik saja. Lana tidak bisa berkata – kata. Ketika melihat kaki Andrian Lana seperti melihat hantu. Dia langsung memalingkan matanya ketika sekilas ia melihat kaki Andrian. Kaki Andrian terlihat sangat parah patahnya. Lana hampir mau muntah dan tidak kuat ketika melihat dan membayangkan kejadiannya.
Lana keluar ruangan dan menemui dokter yang mengurus Andrian.
“Dok, kira – kira dengan patah seperti itu apakah Andrian bisa sembuh dan bermain futsal kembali?”
“Dengan patah seperti itu dan tulang yang keluar dari kakinya sepertinya agak sulit untuk Andrian bisa bermain futsal kembali. Sepertinya dia tidak bisa bermain futsal lagi karena kaki kirinya sudah tidak berfungsi dengan baik lagi. Mungkin Andrian perlu bantuan tongkat untuk berjalan selamanya.”
Lagi – lagi air mata menetes di pipi Lana dengan derasnya. Dia tidak tega untuk memberitahu Andrian apalagi futsal adalah olahraga kesukaannya. Andrian menjadi cacat. Dia tidak bisa bermain futsal lagi dan sebentar lagi dia juga akan lulus. Lana tidak sanggup untuk menemui Andrian karena tidak tega. Dia mencoba untuk tidak datang ke Rumah Sakit dan menunggu Andrian pulang dari Rumah Sakit.
***
Seminggu setelah kejadian tersebut Lana tidak pernah ke Rumah Sakit karena dia tidak tega melihat kondisi Andrian yang tersiksa seperti itu apalagi dia harus tahu bahwa Andrian tidak bisa bermain futsal lagi dan dia akan cacat. Akhirnya, Lana mendapat kabar bahwa Andrian sudah kembali dari Rumah Sakit dan berada di kontrakan. Tanpa pikir panjang Lana langsung menuju kesana untuk menemuinya dan melihat keadaannya.
“Andrian?” mata Lana mulai sendu ketika melihat Andrian sedang berada di kamar dan melihat kaki kirinya yang sepertinya terlihat diamputasi karena organ – organ yang ada sudah rusak dan tulangnya patah terlalu parah sehingga jika dipertahankan bakteri yang ada di kakinya akan merambat ke organ lainnya. Tidak ada jalan lain, Andrian harus diamputasi.
Entah kenapa wajah dan tatapan mata Andrian berubah ketika melihat Lana. Tatapan yang bukan seperti biasanya. Bukan tatapan ketika mereka makan malam bersama di bawah bulan dan bintang yang sedang bertengkar.
“Ngapain kamu kesini?” Andrian bertanya dengan sedikit ketus dan dengan nada yang tinggi.
“Aku ingin ketemu kamu, aku ingin jenguk kamu. Maafin aku An, kalau selama ini aku tidak bisa menemanimu selama kamu di Rumah Sakit. Aku tidak kuat dan tidak bisa melihat keadaanmu seperti itu. Aku tidak bisa melihatmu menderita. Melihatmu seperti itu bagaikan jantung aku ditusuk oleh pisau. Sakit An.  Apalagi ketika dokter memberitahu kepada ku bahwa kamu tidak bisa bermain futsal lagi. Itu membuatku tambah sakit. Aku tidak bisa melihatmu bermain futsal dari pinggir lapangan dan mengelapi keringatmu yang bercucuran dari tubuhmu. Aku tidak bisa mencium bau keringat yang asam dari tubuhmu walaupun itu bau sekali.”
Sambil menangis tersedu – sedu Lana berbicara panjang lebar dan meminta maaf kepada Andrian kalau dia tidak bisa berada disampingnya ketika Andrian sedang susah. Andrian hanya bisa terdiam melihatnya menangis.
“Lan, kamu ingat pembicaraan terakhir kita sewaktu makan malam?” dengan nada yang lebih lembut Andrian bertanya kepada Lana
“Iya aku inget kok.”
“Kamu inget kan kalo kita selalu bersama walaupun lagi susah ataupun lagi senang. Inget kan kalo kita bakalan lulus bareng tahun depan. Kamu juga inget kan kalo kita memang jodoh kita akan terus bersama. Kamu inget kan kalo someday aku akan menjadi suami kamu. Kamu inget kan kalo aku akan punya pekerjaan dan bisa menghidupi kamu dan menjadi suami yang baik. Kamu inget kan kalo aku tuh beruntung punya kamu. Kamu inget kan kalo semua itu rencana kita setelah lulus nanti. Aku sudah terikat oleh ikatanmu. Sepertinya itu ikatan mati dan yang mengikat itu kamu bukan aku. Aku tidak bisa melepaskannya karena kamu yang mengikatnya. Mungkin sepatu yang kamu ikat telah rusak atau mungkin harus kamu buang dan kamu ganti dengan yang baru. Hanya kamu yang bisa memutuskan tapi buat aku biarkan ikatan itu terikat mati dan kamu hanya melepaskan sepatu itu dengan paksa dan membiarkan kamu mencari ikatan lain dan mungkin akan menemukan sepatu yang lebih baik.”
Tangisan Lana semakin jadi. Air mata yang jatuh semakin deras. Dia tidak menyangka Andrian berbicara seperti itu kepadanya. Lana terpukul sekali mendengar kata – kata yang diucapkan Andrian.
“Lan, jika kamu terus bersamaku dan melanjutkan janji kita sewaktu kita makan malam itu akan menyiksamu. Lan, sebaiknya kamu mencari yang lebih baik lagi yang lebih sempurna tubuhnya dan bisa menjadi suami untuk dirimu kelak. Karena kondisiku sekarang tidak memungkinkan menjadi suami yang baik apalagi pekerjaan yang bisa menghidupi kehidupan kita berdua nantinya. Lan, aku harap kita tidak usah bertemu lagi agar kita terbiasa untuk menjadi orang biasa kembali ketika bertemu. Maafkan aku Lan tidak bisa menjadi yang terbaik buat kamu. Maafkan aku.”
Air mata Andrian menetes begitu saja ketika dia selesai berbicara. Dia hanya membiarkannya terjatuh di pipi lalu membasahi kaos yang dia pakai.
“Bolehkah aku melakukan satu hal terakhir sebelum aku pergi meninggalkanmu?” pinta Lana denga lembut.
“Silahkan Lan.” Jawab Andrian
Lana mengambil handuk kecil dari tasnya lalu dia mengusap air mata yang menetes dari mata Andrian. Lalu seakan tubuh Andrian berkeringat dia mengusap handuk keseluruh kepala Andrian seakan dia sedang mengusap keringat yang bercucuran di wajah dan tubuh Andrian.
“Mungkin itu hal terakhir yang ingin aku lakukan kepadamu, maafkan aku. Biarkan handuk ini menjadi kenangan terkahirmu kepada diriku. Biarkan handuk ini menyimpan semua cerita yang pernah kita lalui. Sampai bertemu lagi An, aku yakin ada masa dimana kita akan dipertemukan kembali seperti adam dan hawa yang dipertemukan ketika mereka dipisahkan di bumi walaupun nantinya ketika kita bertemu mungkin kita sudah beda. An, selamat tinggal jaga diri kamu baik – baik. Aku sayang kamu.”
Lana berlalu meninggalkan Andrian sambil menangis. Andrian hanya bisa termangu dan terdiam tidak bisa berucap sepatah kata pun. Entah perasaan apa yang dirasakan olehnya. Rasanya aneh dan membuat mual. Seperti memasuki ruangan penuh dengan sampah basah yang baunya sangat tengik dan tidak bisa keluar dari ruangan tersebut. Bau tengik itu seperti memakan dirinya. Andrian tetap terdiam.
***
10 Tahun Kemudian
Ayoooo Andri semangat. Iya, gocek ke kiri, baguuus Andri terus maju terus bawa bolanya dan shoooot!!!
“GOOOOOAAAAAAALLLLLLLLL!!!!”
“YIIIIIIIIIIHHHAAAAAAAAAAAAAAAAA”
“Bagus Andri, gol yang sangat bagus. Teruskan permainan bagusmu jangan sampai menurun. Ayo lanjutkan, pertandingan belum selesai terus berusaha sampai peluit berakhirnya pertandingan dibunyikan.”
“Priiiiit, priiiiiiit, priiiiiiiiiiiiiiiiiiit!!!”
“YEAAAAAAAAHHHHHHHHHHH”
“Akhirnya kita bisa lolos ke final pak pelatih” kata Andri
“Iya akhirnya yaa” wajah pelatih dengan senyum merekahnya menghadap ke Andri
“Anak - anak, setelah selesai merayakan kemenangan menuju final kalian segera pulang ke rumah dan segera istirahat untuk pertandingan final besok dan jangan ada yang keluar atau main malam – malam karena jika pelatih tahu kalian melakukan hal tersebut kalian tidak akan pelatih mainkan di pertandingan final nanti, mengerti?”
“MENGERTIIII PAAAAK!!!” suara anak – anak tersebut teriak dengan lantang dan serentak.
“Yasudah bersihkan kaki palsu kalian dan jangan lupa untuk merawatnya karena besok akan kalian gunakan lagi untuk pertandingan final besok.”
Anak – anak tersebut menuruti instruksi pelatih dan dengan cepat mereka membersihkan dan mencoba untuk merawatnya dengan baik. Mereka pun setelah selesai membersihkannya langsung menuju ke rumah mereka masing – masing. Ada yang dijemput oleh orang tuanya dan ada juga yang pulang sendiri.
“Andri, kamu tidak pulang?”
“Aku lagi menunggu dijemput mama pak.”
“Oh begitu, kalau begitu bapak temani kamu ya menunggu mamamu, tidak apa – apa kan?”
“Iya tidak apa – apa pak.” Andri memberikan senyuman khas anak – anak seusianya.
“Bapak juga sekalian bisa memberitahu mama kamu kalo mama kamu punya anak hebat dan berbakat seperti kamu ndri.”
Andri hanya bisa tersenyum dan tersipu malu ketika dipuji oleh pelatihnya. Wajahnya memerah malu.
“Mamaaaaaaa.”
“Hey Andri, maafin mama yaaa telat jemput karena tadi ada urusan mendadak jadi mama telat untuk jemput kamu. Gimana tadi pertandingannya? Menang gak?”
“Iya gapapa ma tenang aja untung ada pak pelatih yang nemenin aku nunggu mama. Menang doooong tim Andri masuk final besok. Pokoknya besok mama dan papa harus nonton Andri yaaa?” pinta Andri dengan manjanya
“Iyaaa besok mama akan usahakan datang sama papa.” Sambil memberikan senyuman yang manis kepada Andri.
“Selamat siang Bu Andri, saya Andrian pelatihnya Andri. Dia pemain yang cukup baik di usianya dan mungkin ketika sudah besar nanti Andri bisa menjadi pemain hebat.”
Mata mamanya Andri seakan mengingatkannya sesuatu. Dia melihat pelatih Andrian dari atas kepala hingga ujung kaki.
Dengan gugup dan sedikit ragu mama Andri menjabat tangan pelatih Andrian. “Salam kenal pak Andrian saya Lana.”
Memori yang lama tersimpan muncul kembali. Tangan yang berjabat seakan dibekukan oleh waktu. Mereka seperti terpaku oleh sesuatu dan tidak bisa lepas. Pertemuan yang aneh dan tak terduga ini setelah sekian tahun tidak bertemu membuat sepasang kekasih yang dahulu memadu kasih ini dipertemukan kembali. Berpisah karena keterbatasan fisik dan waktu yang tidak bisa diputar kembali. Tatapan kosong. Entah kenapa Tuhan sangat kreatif sekali mempertemukan sepasang kekasih yang dulunya mengikat janji bersama pada waktu yang tidak disangka – sangka. Walaupun sudah tahu dia mempunyai suami tapi rasa yang dulu telah dipendam dalam kini muncul kembali seakan ada harapan baru. Walaupun harapan itu tidak harus bersama tapi Tuhan sepertinya tidak ingin kita terpisah terlalu lama dan membiarkan kita berdewasa. Tuhan sudah menganggap kita sudah dewasa dan waktu ini mungkin adalah waktu yang tepat untuk dipertemukan kembali. Walau aku yakin kita tidak bisa bersama tapi bagaikan cahaya matahari yang memasuki gua yang dalam dan tidak ada jalan keluar, rasanya hidup ini akan lebih baik lagi ketika tahu dan melihatnya bahagia. Aku tidak salah membiarkannya pergi. Aku bahagia melihatnya. Loves is always connected each other. Tuhan mempertemukanmu dengan seseorang  yang tepat walaupun dia tidak harus menjadi pendamping hidupmu tapi dia bisa selalu ada didekatmu walaupun tidak harus dekat denganmu tapi kamu bisa merasakan itu dekat. Bahagiamu bahagiaku juga.

1 komentar: