IKATAN
MATI
“GOAAAAAAALLLLLL”
Ya,
kedudukan sementara berubah menjadi 3-2 untuk keunggulan Elang FC atas Tikus
FC. Andrian melakukan gol yang sangat baik sekali. Melakukan umpan satu dua
dengan Rian lalu melewati lawan dengan tendangan tipuannya lalu dia melesakkan
tendangan yang sangat keras dan terarah kearah pojok kiri atas gawang kiper
Tikus FC. Waktu tinggal 1 menit lagi dan pertandingan masih terus berjalan.
Terlihat tim Elang FC berusaha bertahan dengan sepenuh tenaga untuk
mempertahankan keunggulan mereka dan tim Tikus FC sedang berusaha untuk
meruntuhkan pertahanan Elang FC yang sangat disiplin sekali menjaga pertahanan
mereka.
“Priiiiiit, priiiiit,
priiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiittt!!!!”
Wasit
telah meniupkan peluit panjangnya dan itu menandakan pertandingan telah
selesai. Tim Elang dan tim Tikus masih terlihat kaget mendengar peluit dari
wasit tersebut karena kedua tim terlalu fokus pada pertandingan dan tiba – tiba
saja terdengar teriakan keras.
“YIIIIIIIHAAAAAAAAAAAAA”
Itu
adalah teriakan kemenangan yang diteriakan oleh Andrian. Matanya yang menyala
dengan satu tangan dikepalkan diatas kepala dia merayakan kemenangannya
tersebut. Tampak bahagia sekali wajah yang dipancarkan olehnya atas
kemenangannya tersebut. Ini merupakan hal yang dia tunggu sangat lama untuk
memenangkan kompetisi futsal ini dan akhirnya di tahun terakhirnya dia bisa
membawa timnya menuju babak final kejuaraan futsal antar mahasiswa. Mimpinya
akhirnya terwujud dengan usahanya bersama dengan tim yang sangat keras karena
mereka selalu latihan dengan semangat untuk mencapai target ini dan besok
adalah pertandingan final.
Tiba
– tiba Andrian keluar lapangan meninggalkan teman – temannya yang masih
merayakan kemenangan karena bisa maju ke babak terakhir yaitu babak final.
Ternyata dia menghampiri seorang wanita yang menonton dari pinggir lapangan.
Rambutnya yang berwarna hitam dan panjangnya sebahu, matanya yang sedikit kecokelatan
dan terlihat pendiam. Ditangannya dia memegang sebuah handuk kecil, lalu ketika
Andrian datang dia menyunggingkan senyumnya kepada Andrian. Wanita itu terlihat
manis sekali ketika senyumnya merekah.
“Hey Lana,
akhirnya aku masuk final”
Andrian menghampiri Lana dengan tubuh berkeringatnya
dan dengan nafas terengah – engah.
Tanpa
banyak berbicara Lana yang sejak tadi menonton dari pinggir lapangan hanya bisa
menyaksikan Andrian bermain dengan seriusnya. Jika Andrian sudah memasuki
lapangan dia akan focus dalam pertandingan tersebut. Handuk kecil yang berada
ditangan Lana, dia mencoba untuk mengelap keringat yang bercucuran di wajah
Andrian dengan derasnya.
Sambil
mengelapi keringat Andrian “Iya An, kamu bermain sangat bagus hari ini, aku
sangat terkesan dengan gol teakhirmu, besok kamu harus bisa memenangkan
pertandingan final itu ya!”
Dengan
nada yang lembut Lana menyemangati Andrian. Mereka terlihat seperti sudah
ditakdirkan untuk bersama. Terlihat dari sorot kedua mata mereka yang terpancar
aura dan tanpa perlu banyak kata yang terucap, mereka seperti sedang
bertelepati jarak dekat menggunakan mata mereka. Mungkin, pasangan yang ada
disana akan iri melihat mereka.
“Lan, kita harus merayakannya, mungkin nanti kita
akan makan malam bersama?”
“Harus ya seperti itu? Apakah sebaiknya kamu
istirahat dan simpan tenaga mu untuk pertandingan final besok?”
“Tenang saja, aku masih mempunyai sisa tenaga untuk
makan malam bersamamu dan mungkin makan malam bersamamu akan menjadi tenaga
tambahan untukku.”
“Ya kalau memang kamu tidak capek, baiklah kalau
begitu.”
Lana
menambahkan senyuman manisnya kepada Andrian. Andrian pun membalasnya walaupun
senyumnya tidak bisa semanis Lana tapi mereka terlihat bahagia. Andrian
meninggalkan Lana dan kembali merayakan kemenangan bersama timnya.
***
Malam
yang sendu diterangi cahaya bulan yang tidak seterang cahaya matahari. Bulan
dan bintang terlihat berjauhan. Malam ini mereka sedang bermusuhan. Bintang
terlalu perfeksionis karena ia tidak terima cahayanya masih kurang terang
dibanding dengan cahaya bulan. Padahal bintang itu sangat banyak sedangkan
bulan hanya satu. Suatu hari bintang berharap bisa bersatu dengan bintang –
bintang lainnya untuk membuat cahaya yang lebih terang dibanding bulan dan
menjadi bintang yang sangat besar. Berbeda dengan pasangan yang berada di bawah
atap sebuah tempat makan yang tidak terlalu mewah tapi cukup romantis bagi
sepasang kekasih yang sedang merayakan sesuatu.
Dibawah
gelapnya malam dan disinari cahaya bulan dan bintang mereka terlihat bahagia
sekali. Membuat bulan dan bintang menjadi iri melihat mereka. Mereka berbaikan
kembali dan menjadi dekat. Bintang mengalah dan dia mencoba berbicara kepada
bulan bahwa tidak perlu untuk bersatu dengan bintang lainnya untuk menerangi
bumi ini tapi bersama bulan dengan berdampingan saja bumi akan terlihat terang
dan bumi akan iri melihat mereka berdua selalu bersama walaupun nantinya
bintang tidak bisa hidup selamanya dan suatu saat bintang pasti akan redup. Biarkan
setiap malam bulan berganti – ganti dengan bintang lainnya untuk terus bersama
– sama menerangi bumi ini.
Canda
dan tawa terlihat dari wajah Andrian dan Lana. Mereka berbincang sangat banyak.
Lana yang pendiam ternyata bisa terlihat riang dan bisa tertawa dengan lepas
ketika bersama Andrian. Hari ini Andrian merubah Lana menjadi wanita yang lebih
riang dengan tawanya yang lepas. Entah apa yang Andrian perbuat terhadap Lana
sehingga dia bisa bebas dan lepas ketika bersama Andrian. Lana terlihat nyaman
bersama Andrian begitu juga Andrian terhadap Lana. Dunia akan bersedih jika
kedua pasangan ini dipisahkan. Bulan dan bintang saja bisa iri.
Mereka
selesai makan malam. Andrian merasa bertanggung jawab untuk memulangkan Lana
kembali ke kosan. Ya mereka berdua adalah mahasiswa perantau tingkat akhir dan
itulah mengapa Andrian ingin merayakannya karena menjuarai kompetisi futsal
antar mahasiswa inilah target yang ingin dia capai ketika memasuki klub futsal
pada tingkat pertama. Mungkin tahun depan Andrian sudah tidak bisa mengikuti
kejuaraan ini lagi dan mungkin saja dia sudah lulus menjadi seorang sarjana.
“An, terima kasih yaa sudah mengantarkanku pulang
dan sudah makan malam bersama.”
Lana menyunggingkan senyumnya yang manis kepada
Andrian.
“Iya Lan sama – sama, malahan aku yang harus
berterima kasih kepadamu karena sudah mau menjadi tenaga tambahanku.”
“Setelah ini kamu langsung pulang yaa karena besok
adalah hari yang kamu tunggu – tunggu dan kalau bisa sebelum tidur kamu minum
susu dulu supaya tidurnya bisa nyenyak dan jangan begadang. Terus, jangan lupa
besok sebelum pertandingan sarapan ringan. Kamu kan kebiasaan jarang sarapan. Pokoknya
besok kamu harus fit dan sehat untuk pertandingan besok!”
Andrian mengerenyitkan dahinya.
“Iya Lana baweeeel, kamu udah kayak sales aja
ngomongnya panjang banget ga pake titik koma. Aku langsung pulang kok.”
“Yaudah kamu hati – hati dijalan yaa, dadaaaaaaah
An!”
“Iyaaa, daadaaah Lan.”
Sambil
melambaikan tangannya Andrian pergi pulang meninggalkan Lana. Andrian kembali
ke kontrakannya yang cukup jauh dari kosan Lana. Di kontrakan dia tinggal
bersama teman – teman tim futsalnya. Dia sangat beruntung sekali bisa
mendapatkan kontrakan untuk teman – teman futsalnya. Itu membuat mereka menjadi
lebih kompak walaupun tempatnya agak jauh dari daerah kampus.
Andrian menancapkan gasnya dengan sangat kencang
menuju kontrakan.
***
Suara
sorak sorai ramai terdengar dari kejauhan. Pertandingan final antara Elang FC
melawan Semut FC akan segera dimulai. Suara komentator membuat suasana menjadi
ramai dan riuh. Penonton pada pertandingan final ini lebih ramai dibanding
pertandingan semi final sebelumnya. Pertandingan ini juga mempertemukan kedua
tim yang sebelumnya 1 grup dan kini di final kedua tim ini dipertemukan
kembali. Sebelumnya tim Elang FC dikalahkan oleh tim Semut FC dengan skor 1-0.
“Apakah Elang FC bisa membalaskan dendam mereka
terhadap Semut FC ataukah Elang FC akan dikalahkan kembali oleh Semut FC?”
suara komentator dengan semangat memberikan tantangan kedua tim untuk bermain
maksimal dan memperlihatkan permainan yang lebih baik, karena ini adalah
pertandingan Final.
Lana
seperti biasa berdiri dan menonton di pinggir lapangan futsal. Dia tidak pernah
mendekati tim karena takut mengganggu konsentrasi mereka. Lana seperti orang
kebingungan. Kepalanya celingukan seperti sedang mencari seseorang. Wajahnya
terlihat gelisah karena dia tidak melihat Andrian sama sekali di Elang FC.
Wajah Lana terlihat panik. Dia mencoba menghubungi nomor handphone milik
Andrian.
“Tuuuuuut, tuuuuut, tuuuuut, tuuuuuut, tuuuuuuut,
halooo?”
Terdengar suara laki – laki dengan nada yang berat.
“Ha-ha-halooo, Andrian?” Suara Lana menjadi sedikit
terbata – bata.
“Mohon maaf Lana ini bukan Andrian, saya Bowo
seorang warga yang kebetulan ada di lokasi kejadian, dik Andri sedang ada di
ruang gawat darurat dan sampai sekarang belum keluar dari kemarin malam dan
sepertinya belum menyadarkan diri. “
Wajah Lana mulai berkaca – kaca dan mulai panik.
“Kalau begitu saya akan langsung menuju ke rumah sakit pak, tolong tunggu saya.
Saya pacarnya Andrian!”
Lana
sudah tidak memperdulikan pertandingan final tersebut, dia langsung bergegas
menuju ke Rumah Sakit untuk melihat keadaan Andrian. Selama perjalanan dia
hanya bisa berdoa dan terlihat sekali dari matanya yang berair dan menunjukkan
keraguan. Penyesalan selalu datang diakhir. Seandainya saja dia tolak ajakan
Andrian untuk pergi makan malam bersama mungkin tidak akan seperti ini. Seandainya
saja.
Lana
bertemu dengan Pak Bowo. Pak Bowo mencoba menceritakan kronologi bagaimana
kejadian ini bisa terjadi. Saya melihat truk motor yang berjalan dengan sangat
kencang sekali lalu karena didepannya ada truk dia mencoba menyalipnya.
Sayangnya motor tersebut menyalip lewat kiri jalan dan di kiri jalan itu sudah
sempit sekali sehingga tidak memungkinkan untuk menyalip. Motor itu terserempet
oleh badan truk lalu pengendara motor itu terjatuh ke kiri dengan motornya.
Kaki kirinya terjepit ketika jatuh dan saya mencoba untuk mengangkat motornya
agar kakinya bisa bergerak. Sayangnya, yang saya lihat ternyata keluar sesuatu
berwarna putih dari betisnya. Saya ngeri melihatnya, mungkin itu tulangnya yang
patah. Pengendara ini tidak sadar dan langsung saja saya dengan warga setempat
yang melihat kejadian tersebut membawanya ke Rumah Sakit terdekat.
Wajah
Lana terlihat ketakutan dan ngeri mendengar cerita bapak tersebut. Ditambah
perasaan haru atas keadaan Andrian sekarang. Perasaan Lana campur aduk. Dia
tidak tahu harus berbuat apa dan untungnya Pak Bowo telah menghubungi orang tua
Andrian dan orang tua Andrian sedang melakukan perjalanan menuju ke Rumah
Sakit. Lana hanya bisa berdoa dan berharap bahwa Andrian baik – baik saja.
Lama menunggu akhirnya Lana bisa menemui Andrian
yang sudah sadar dan sudah berada di ruangan.
“Lan, pertandingan finalnya bagaimana? Siapa yang
menang?” dengan nada suara yang masih berat Andrian mencoba menanyakan
pertandingan kepada Lana
Lana
hanya bisa menangis dan mencoba menyunggingkan senyumnya yang manis tapi
sedikit dipaksakan, tidak seperti senyum biasanya. Dia tidak menjawab
pertanyaan Andrian. Dia hanya bisa memegang tangan Andrian dan berharap dia
baik – baik saja. Lana tidak bisa berkata – kata. Ketika melihat kaki Andrian
Lana seperti melihat hantu. Dia langsung memalingkan matanya ketika sekilas ia
melihat kaki Andrian. Kaki Andrian terlihat sangat parah patahnya. Lana hampir
mau muntah dan tidak kuat ketika melihat dan membayangkan kejadiannya.
Lana keluar ruangan dan menemui dokter yang mengurus
Andrian.
“Dok, kira – kira
dengan patah seperti itu apakah Andrian bisa sembuh dan bermain futsal
kembali?”
“Dengan patah seperti
itu dan tulang yang keluar dari kakinya sepertinya agak sulit untuk Andrian
bisa bermain futsal kembali. Sepertinya dia tidak bisa bermain futsal lagi
karena kaki kirinya sudah tidak berfungsi dengan baik lagi. Mungkin Andrian
perlu bantuan tongkat untuk berjalan selamanya.”
Lagi
– lagi air mata menetes di pipi Lana dengan derasnya. Dia tidak tega untuk
memberitahu Andrian apalagi futsal adalah olahraga kesukaannya. Andrian menjadi
cacat. Dia tidak bisa bermain futsal lagi dan sebentar lagi dia juga akan
lulus. Lana tidak sanggup untuk menemui Andrian karena tidak tega. Dia mencoba
untuk tidak datang ke Rumah Sakit dan menunggu Andrian pulang dari Rumah Sakit.
***
Seminggu
setelah kejadian tersebut Lana tidak pernah ke Rumah Sakit karena dia tidak
tega melihat kondisi Andrian yang tersiksa seperti itu apalagi dia harus tahu
bahwa Andrian tidak bisa bermain futsal lagi dan dia akan cacat. Akhirnya, Lana
mendapat kabar bahwa Andrian sudah kembali dari Rumah Sakit dan berada di
kontrakan. Tanpa pikir panjang Lana langsung menuju kesana untuk menemuinya dan
melihat keadaannya.
“Andrian?” mata Lana
mulai sendu ketika melihat Andrian sedang berada di kamar dan melihat kaki
kirinya yang sepertinya terlihat diamputasi karena organ – organ yang ada sudah
rusak dan tulangnya patah terlalu parah sehingga jika dipertahankan bakteri yang
ada di kakinya akan merambat ke organ lainnya. Tidak ada jalan lain, Andrian
harus diamputasi.
Entah
kenapa wajah dan tatapan mata Andrian berubah ketika melihat Lana. Tatapan yang
bukan seperti biasanya. Bukan tatapan ketika mereka makan malam bersama di
bawah bulan dan bintang yang sedang bertengkar.
“Ngapain kamu kesini?” Andrian bertanya dengan
sedikit ketus dan dengan nada yang tinggi.
“Aku ingin ketemu kamu,
aku ingin jenguk kamu. Maafin aku An, kalau selama ini aku tidak bisa
menemanimu selama kamu di Rumah Sakit. Aku tidak kuat dan tidak bisa melihat
keadaanmu seperti itu. Aku tidak bisa melihatmu menderita. Melihatmu seperti
itu bagaikan jantung aku ditusuk oleh pisau. Sakit An. Apalagi ketika dokter memberitahu kepada ku
bahwa kamu tidak bisa bermain futsal lagi. Itu membuatku tambah sakit. Aku
tidak bisa melihatmu bermain futsal dari pinggir lapangan dan mengelapi
keringatmu yang bercucuran dari tubuhmu. Aku tidak bisa mencium bau keringat
yang asam dari tubuhmu walaupun itu bau sekali.”
Sambil
menangis tersedu – sedu Lana berbicara panjang lebar dan meminta maaf kepada
Andrian kalau dia tidak bisa berada disampingnya ketika Andrian sedang susah.
Andrian hanya bisa terdiam melihatnya menangis.
“Lan, kamu ingat pembicaraan terakhir kita sewaktu
makan malam?” dengan nada yang lebih lembut Andrian bertanya kepada Lana
“Iya aku inget kok.”
“Kamu inget kan kalo
kita selalu bersama walaupun lagi susah ataupun lagi senang. Inget kan kalo
kita bakalan lulus bareng tahun depan. Kamu juga inget kan kalo kita memang
jodoh kita akan terus bersama. Kamu inget kan kalo someday aku akan menjadi
suami kamu. Kamu inget kan kalo aku akan punya pekerjaan dan bisa menghidupi
kamu dan menjadi suami yang baik. Kamu inget kan kalo aku tuh beruntung punya
kamu. Kamu inget kan kalo semua itu rencana kita setelah lulus nanti. Aku sudah
terikat oleh ikatanmu. Sepertinya itu ikatan mati dan yang mengikat itu kamu
bukan aku. Aku tidak bisa melepaskannya karena kamu yang mengikatnya. Mungkin
sepatu yang kamu ikat telah rusak atau mungkin harus kamu buang dan kamu ganti
dengan yang baru. Hanya kamu yang bisa memutuskan tapi buat aku biarkan ikatan
itu terikat mati dan kamu hanya melepaskan sepatu itu dengan paksa dan
membiarkan kamu mencari ikatan lain dan mungkin akan menemukan sepatu yang
lebih baik.”
Tangisan
Lana semakin jadi. Air mata yang jatuh semakin deras. Dia tidak menyangka
Andrian berbicara seperti itu kepadanya. Lana terpukul sekali mendengar kata –
kata yang diucapkan Andrian.
“Lan, jika kamu terus
bersamaku dan melanjutkan janji kita sewaktu kita makan malam itu akan
menyiksamu. Lan, sebaiknya kamu mencari yang lebih baik lagi yang lebih
sempurna tubuhnya dan bisa menjadi suami untuk dirimu kelak. Karena kondisiku
sekarang tidak memungkinkan menjadi suami yang baik apalagi pekerjaan yang bisa
menghidupi kehidupan kita berdua nantinya. Lan, aku harap kita tidak usah
bertemu lagi agar kita terbiasa untuk menjadi orang biasa kembali ketika
bertemu. Maafkan aku Lan tidak bisa menjadi yang terbaik buat kamu. Maafkan
aku.”
Air mata Andrian
menetes begitu saja ketika dia selesai berbicara. Dia hanya membiarkannya
terjatuh di pipi lalu membasahi kaos yang dia pakai.
“Bolehkah aku melakukan
satu hal terakhir sebelum aku pergi meninggalkanmu?” pinta Lana denga lembut.
“Silahkan Lan.” Jawab Andrian
Lana
mengambil handuk kecil dari tasnya lalu dia mengusap air mata yang menetes dari
mata Andrian. Lalu seakan tubuh Andrian berkeringat dia mengusap handuk
keseluruh kepala Andrian seakan dia sedang mengusap keringat yang bercucuran di
wajah dan tubuh Andrian.
“Mungkin itu hal
terakhir yang ingin aku lakukan kepadamu, maafkan aku. Biarkan handuk ini
menjadi kenangan terkahirmu kepada diriku. Biarkan handuk ini menyimpan semua
cerita yang pernah kita lalui. Sampai bertemu lagi An, aku yakin ada masa
dimana kita akan dipertemukan kembali seperti adam dan hawa yang dipertemukan
ketika mereka dipisahkan di bumi walaupun nantinya ketika kita bertemu mungkin
kita sudah beda. An, selamat tinggal jaga diri kamu baik – baik. Aku sayang
kamu.”
Lana
berlalu meninggalkan Andrian sambil menangis. Andrian hanya bisa termangu dan
terdiam tidak bisa berucap sepatah kata pun. Entah perasaan apa yang dirasakan
olehnya. Rasanya aneh dan membuat mual. Seperti memasuki ruangan penuh dengan
sampah basah yang baunya sangat tengik dan tidak bisa keluar dari ruangan tersebut.
Bau tengik itu seperti memakan dirinya. Andrian tetap terdiam.
***
10 Tahun Kemudian
Ayoooo Andri semangat. Iya, gocek ke kiri, baguuus
Andri terus maju terus bawa bolanya dan shoooot!!!
“GOOOOOAAAAAAALLLLLLLLL!!!!”
“YIIIIIIIIIIHHHAAAAAAAAAAAAAAAAA”
“Bagus Andri, gol yang
sangat bagus. Teruskan permainan bagusmu jangan sampai menurun. Ayo lanjutkan,
pertandingan belum selesai terus berusaha sampai peluit berakhirnya
pertandingan dibunyikan.”
“Priiiiit, priiiiiiit, priiiiiiiiiiiiiiiiiiit!!!”
“YEAAAAAAAAHHHHHHHHHHH”
“Akhirnya kita bisa lolos ke final pak pelatih” kata
Andri
“Iya akhirnya yaa” wajah pelatih dengan senyum
merekahnya menghadap ke Andri
“Anak - anak, setelah
selesai merayakan kemenangan menuju final kalian segera pulang ke rumah dan
segera istirahat untuk pertandingan final besok dan jangan ada yang keluar atau
main malam – malam karena jika pelatih tahu kalian melakukan hal tersebut
kalian tidak akan pelatih mainkan di pertandingan final nanti, mengerti?”
“MENGERTIIII PAAAAK!!!” suara anak – anak tersebut
teriak dengan lantang dan serentak.
“Yasudah bersihkan kaki
palsu kalian dan jangan lupa untuk merawatnya karena besok akan kalian gunakan
lagi untuk pertandingan final besok.”
Anak
– anak tersebut menuruti instruksi pelatih dan dengan cepat mereka membersihkan
dan mencoba untuk merawatnya dengan baik. Mereka pun setelah selesai
membersihkannya langsung menuju ke rumah mereka masing – masing. Ada yang
dijemput oleh orang tuanya dan ada juga yang pulang sendiri.
“Andri, kamu tidak pulang?”
“Aku lagi menunggu dijemput mama pak.”
“Oh begitu, kalau begitu bapak temani kamu ya
menunggu mamamu, tidak apa – apa kan?”
“Iya tidak apa – apa pak.” Andri memberikan senyuman
khas anak – anak seusianya.
“Bapak juga sekalian bisa memberitahu mama kamu kalo
mama kamu punya anak hebat dan berbakat seperti kamu ndri.”
Andri hanya bisa tersenyum dan tersipu malu ketika
dipuji oleh pelatihnya. Wajahnya memerah malu.
“Mamaaaaaaa.”
“Hey Andri, maafin mama
yaaa telat jemput karena tadi ada urusan mendadak jadi mama telat untuk jemput
kamu. Gimana tadi pertandingannya? Menang gak?”
“Iya gapapa ma tenang
aja untung ada pak pelatih yang nemenin aku nunggu mama. Menang doooong tim
Andri masuk final besok. Pokoknya besok mama dan papa harus nonton Andri yaaa?”
pinta Andri dengan manjanya
“Iyaaa besok mama akan
usahakan datang sama papa.” Sambil memberikan senyuman yang manis kepada Andri.
“Selamat siang Bu
Andri, saya Andrian pelatihnya Andri. Dia pemain yang cukup baik di usianya dan
mungkin ketika sudah besar nanti Andri bisa menjadi pemain hebat.”
Mata mamanya Andri
seakan mengingatkannya sesuatu. Dia melihat pelatih Andrian dari atas kepala
hingga ujung kaki.
Dengan gugup dan sedikit ragu mama Andri menjabat
tangan pelatih Andrian. “Salam kenal pak Andrian saya Lana.”
Memori
yang lama tersimpan muncul kembali. Tangan yang berjabat seakan dibekukan oleh
waktu. Mereka seperti terpaku oleh sesuatu dan tidak bisa lepas. Pertemuan yang
aneh dan tak terduga ini setelah sekian tahun tidak bertemu membuat sepasang
kekasih yang dahulu memadu kasih ini dipertemukan kembali. Berpisah karena
keterbatasan fisik dan waktu yang tidak bisa diputar kembali. Tatapan kosong.
Entah kenapa Tuhan sangat kreatif sekali mempertemukan sepasang kekasih yang
dulunya mengikat janji bersama pada waktu yang tidak disangka – sangka.
Walaupun sudah tahu dia mempunyai suami tapi rasa yang dulu telah dipendam
dalam kini muncul kembali seakan ada harapan baru. Walaupun harapan itu tidak
harus bersama tapi Tuhan sepertinya tidak ingin kita terpisah terlalu lama dan
membiarkan kita berdewasa. Tuhan sudah menganggap kita sudah dewasa dan waktu
ini mungkin adalah waktu yang tepat untuk dipertemukan kembali. Walau aku yakin
kita tidak bisa bersama tapi bagaikan cahaya matahari yang memasuki gua yang
dalam dan tidak ada jalan keluar, rasanya hidup ini akan lebih baik lagi ketika
tahu dan melihatnya bahagia. Aku tidak salah membiarkannya pergi. Aku bahagia
melihatnya. Loves is always connected each other. Tuhan mempertemukanmu dengan
seseorang yang tepat walaupun dia tidak
harus menjadi pendamping hidupmu tapi dia bisa selalu ada didekatmu walaupun
tidak harus dekat denganmu tapi kamu bisa merasakan itu dekat. Bahagiamu
bahagiaku juga.